Bermediasi- Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dimana terdapat kawasan segitiga terumbu karang yang merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Kawasan ini adalah terdapat beragam spesies yang unik dan bahkan mungkin terdapat spesies baru yang belum diketahui. Kawasan ini juga dianggap sebagai tempat yang tak tergantikan di dunia satwa laut bertulang rawan dari Kelas Chondrichthyes, seperti pari dan hiu.
Di perairan Indonesia, disebut dalam sebuah data terdapat 221 jenis satwa laut bertulang lunak. Jumlah ini bertambah lagi setelah baru-baru ini ditemukan hiu laut dalam yang langka yaitu hiu Goblin (Mitsukurina owstoni).
Sekelompok nelayan menangkap tidak sengaja (by catch) empat ekor hiu Goblin di perairan Aceh Jaya, Naggroe Aceh Darussalam pada Kamis (4/4/2019).
“Kita mendapatkan informasi ada nelayan yang menangkap hiu yang belum pernah dilihat sebelumnya di perairan Aceh Jaya. Tertangkap by catch di jaring tancap nelayan. Hiu itu kemudian didaratkan di TPI (tempat pelelangan ikan) Rigaih, Aceh Jaya,” kata Muhammad Ichsan, Sharks and Rays Officer Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP).
Setelah mendapat kiriman foto-foto dari Jafar, Panglima Laot Aceh Jaya, Ichsan memastikan empat hiu itu merupakan hiu Goblin. “Waktu itu tidak ada (enumerator WCS IP) di lapangan. Kita cek fotonya, itu hiu Goblin. Sayangnya hiu itu sudah terjual, tidak bisa dilacak lagi,” katanya yang dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa (6/8/2019).
Tertangkapnya hiu itu menjadi catatan pertama kali ditemukannya hiu Goblin di perairan Indonesia. “Nelayan (Aceh Jaya) sendiri puluhan tahun melaut, baru sekali dapat hiu seperti itu. (Penemuan hiu Goblin) jadi catatan pertama di Indonesia. Karena hiu ini biasanya ditemukan di perairan laut dalam di Jepang, Afrika Selatan, Australia atau di negara lain,” kata Ichsan.
Sedangkan Peneliti pada Pusat Riset Perikanan BRSDM KP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dharmadi mengatakan hiu goblin tercatat pernah tertangkap (by catch) oleh nelayan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat pada 2002.
“Hiu Goblin pernah ditemukan di Pelabuhan Ratu tahun 2002 saat kegiatan penelitian hiu pari kerjasama dengan ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research) periode 2001-2006,” kata Dharmadi yang dihubungi Mongabay Indonesia, Rabu (7/8/2019).
Hiu itu kemudian disimpan untuk koleksi LIPI. Dharmadi mengatakan hiu Goblin memang belum ditetapkan status konservasinya oleh pemerintah karena sedikitnya informasi tentang hiu goblin, sangat jarang tertangkap dan tidak bernilai ekonomis bagi nelayan.
Badan konservasi internasional (IUCN) memasukkan hiu Goblin dalam status resiko rendah (least concern) karena kurangnya informasi. “Ke depan, IUCN akan melakukan kajian untuk deep sea shark. Mungkin hiu goblin akan dimasukkan (sebagai jenis satwa yang diteliti). Pada Oktober 2019 ini juga akan diadakan pertemuan grup deep sea shark IUCN di Kanada,” tambah Dharmadi.
Hiu goblin sebelumnya telah tercatat ditemukan di perairan Indo-Pasifik, di utara Australia. Juga pernah terjerat jaring di lepas pantai Florida, Amerika.
Sejauh ini, informasi ilmiah mengenai hiu goblin masih sangat terbatas. Hiu yang sering dijuluki fosil hidup (living fossil) merupakan jenis hiu dari famili Mitsukurinidae yang masih ada.
Garis keturunan famili Mitsukurinidae berusia sekitar 125 juta tahun, yang berevolusi selama periode awal Zaman Kapur bersama dengan dinosaurus.
Hiu Goblin biasanya menghuni kedalaman lebih dari 100 meter, meskipun mereka tertangkap pada kedalaman lebih satu kilometer. Hiu goblin bergerak lambat dan hidup di kedalaman 1.200 m di berbagai perairan dalam di Samudera Pasifik dan Atlantik. Panjang tubuhnya bisa mencapai 3,8 meter.
Moncongnya yang khas memanjang –sehingga diberi nama hiu goblin– berfungsi untuk penting untuk proses makan di kegelapan laut. Moncong dengan ampullae elektro-sensorik Lorenzini ini mampu mendeteksi medan listrik kecil yang diproduksi oleh mangsa mendekat seperti cepalopoda dan krustasea. Rahangnya kemudian dapat memanjang dengan cepat, hampir ke ujung moncongnya, untuk menangkap mangsanya.
Pentingnya Penelitian
Meski banyak jenis satwa laut bertulang rawan dari Kelas Chondrichthyes yang ditemukan di perairan Indonesia, hiu goblin saat ini tidak dianggap berisiko punah. Karena penyebarannya yang luas dan habitat airnya yang dalam, yang berisiko lebih rendah dari tekanan penangkapan ikan.
Namun kondisi tersebut bisa berubah dengan ekspansi perikanan tangkap laut dalam. Banyak spesies laut dalam memiliki siklus hidup yang lambat dan tidak dapat dengan mudah pulih dari tekanan penangkapan.
Ini sangat berisiko bagi spesies langka seperti hiu goblin, yang hanya memiliki sedikit riwayat kehidupan dan informasi ekologis untuk membuat keputusan manajemen yang terinformasi.
Hal itu menggarisbawahi pentingnya penelitian perikanan yang berkelanjutan tentang spesies hiu yang untuk memastikan tidak cepat punah.
Ichsan mengatakan WCS-IP telah bekerja pada penelitian dan manajemen hiu di provinsi Aceh sejak 2016. Aceh sendiri merupakan salah satu provinsi dengan tangkapan hiu terbesar di Indonesia.
WCS-IP bekerjasama dengan lembaga tradisional yang unik untuk perikanan dan pengelolaan laut yang disebut Panglima Laot, pemerintah daerah, LSM, dan untuk mengembangkan rencana pengelolaan hiu di Aceh.
UPDATE TERSEDIA LIVECHAT POKER757
DENGAN VERSI ANDROID & IOS
KLIK DI BAWAH INI
0 Response to "Pertama Kali di Indonesia, Ditemukan Hiu Living Fossil Goblin di Aceh "
Post a Comment