Usai Corona Wisata Amsterdam Tak Akan Andalkan Ganja dan Pelacuran



Bermediasi- Amsterdam menawarkan kawasan bebas ganja dan wisata seks, jumlah turis juga lebay hingga warganya terganggu. Warga berharap situasi itu berubah setelah pandemi virus Corona.

Seperti di negara lain, wisata Belanda mati suri sejak wabah COVID-19 menghantam dunia. Padahal biasanya, negara itu kedatangan 55 ribu turis per hari.

Khusus di Amsterdam, jumlah turis bahkan sudah berlebihan. Jumlah wisatawan naik drastis, dari rata-rata 12 juta turis pada hingga 2014, kini menjadi 19 juta turis per tahun.

Dari jumlah itu memang Amsterdam mendapatkan pendapatan wow dari pariwisata, hingga lebih dari USD 6,8 miliar. Tapi efeknya, warganya terganggu karena kota menjadi terlalu bising dan mereka kian terasing di atas tanah sendiri. Belum lagi masalah sampah di tempat-tepat umum.

Banjir wisatawan juga telah mengubah kultur warga Amsterdam. Pendapatan warga dan pemerintah kota itu telah amat tergantung dengan wisatawan yang datang ke sana. Mereka pun telah kehilangan kendali terhadap kawasan tempat tinggal mereka sendiri.

Warga menyampaikan harapan itu dan direspons positif pemerintah kota Amsterdam. Mereka sedang berupaya untuk mengembalikan jumlah turis ke angka yang wajar, setidaknya seperti sebelum 2014. Waktu itu, warga Amsterdam belum terganggu dengan kedatangan turis. Mereka juga mulai jengah sudah terlalu identik dengan wisata ganja dan red light district atau kawasan pelacurannya.

"Amsterdam memiliki tradisi yang sangat panjang dalam melindungi ruang terbuka dan sebagai kota yang toleran. Saya ingin benar-benar melindungi itu. Kami juga tak ingin dikenal karena seks dan narkoba. Kami ingin dikenal untuk warisan budaya kita," kata Wali Kota Amsterdam, Femke Halsema, seperti dikutip Spiegel.

Sejatinya, upaya Amsterdam untuk mengontrol jumlah dan kualitas wisatawna bukan kali ini saja. Tapi, sulit untuk mengalahkan sebagian besar grup hotel, operator tur, dan otoritas pariwisata nasional justru memprioritaskan kuantitas turis. bagaimanapun, penginapan murah yang sudah memiliki usaha di sana bertahun-tahun tak mau mati begitu saja.

Kini mumpung nol wisatawan di kota Amsterdam, warga dan pemerintah kota tak akan buang-buang kesempatan. Sejumlah upaya disebut-sebut bakal ditempuh agar Amsterdam tak mendapatkan kunjungan turis yang berlebihan lagi. Apa saja?

1. Pajak Tinggi untuk Turis

Sejak musim lalu, Amsterdam sudah menjadi negara di Eropa dengan pajak wisata tinggi, yakni 3 euro per orang per malam, ditambah dengan pajak 7% dari harga kamar. Airbnb juga menaikkan tarifnya sebesar 10% per malam sementara penumpang kapal pesiar dikenakan biaya 8 euro per orang, namun wisata tak melemah secara drastis.

Dengan hanya 870.000 penduduk, Amsterdam menarik lebih dari 19 juta pengunjung per tahun. Tapi jumlah itu dinilai tak riil karena liburan pribadi tidak selalu terdaftar secara resmi.

Dalam prosesnya muncul petisi muncul agar Amsterdam membatasi jumlah pengunjung, melarang pendirian hotel-hotel baru dan memaksakan kenaikan pajak turis. Sejauh ini, petisi itu mengumpulkan 27.000 tanda tangan.

Dalam petisi itu dicantumkan permintaan adanya peningkatan pajak turis baru dan penilaian ulang setiap enam bulan dan menggunakan hasil tambahan dari pajak untuk mengatasi masalah pariwisata dan meningkatkan kualitas hidup penduduk setempat.

2. Mengurangi Kedai Kopi Ganja dan Wisata Red Light District

Warga Amsterdam makin tak nyaman dengan alasan turis datang ke Amsterdam. Mayoritas turis hanya ingin mabuk, membeli ganja, dan singgah ke red light district.

Fenomena itu akan dikendalikan dengan mengurangi jumlah kedai kopi yang menjual ganja dan "membersihkan" red light district. Juga, larangan pengunjung asing dari membeli narkoba.

Upaya itu dibuat berdasarkan laporan, seperti dikutip The Telegraph,"sebuah survei oleh kantor penelitian, informasi, dan statistik Amsterdam, menunjukkan bahwa sekitar 42 persen pelancong dari Inggris akan mengurangi kunjungan ke Amsterdam jika tidak diizinkan membeli ganja di sana."

3. Mengubah Tata Kota

wali Kota Asterdam, Femke Halsema, berencana untuk tidak hanya bersih-bersih area red light district namun bakal memindahkannya sepenuhnya dari pusat kota. Dia akan membeli properti dan membatasi izin untuk memastikan bahwa kota tua tidak hanya dipenuhi dengan toko-toko dan penjualan cinderamata, ganja, dan junk food, tetapi juga menarik perusahaan tempat penduduk bekerja, toko kelontong dan outlet yang melayani mereka dan perumahan tempat mereka dapat hidup kembali.

Lagipula, kenyataannya warga mulai ta bisa menoleransi kelebihan turis yang mengisap ganja dan bermain-main ke kawasan pelacur legal di red light district.

Dan, waktu yang tepat untuk membuat langkah baru itu adalah saat pandemi Corona.

"Meskipun merusak, virus telah menawarkan kita kesempatan untuk membayangkan dunia yang berbeda - dunia di mana kita mulai mendekarbonisasi, dan tetap lokal," seperti ditulis Call To End Mass Tourism, sebuah review untuk wisata dan dikutip The Guardian.

"Tidak adanya pariwisata telah memaksa kami untuk mempertimbangkan cara-cara di mana industri ini dapat mendiversifikasi, memasyarakatkan dan mengurangi ketergantungannya pada bencana karbon yang menyanyi dan menari semua yang merupakan penerbangan global."

UPDATE TERSEDIA LIVECHAT POKER757 
DENGAN VERSI ANDROID & IOS
KLIK DI BAWAH INI


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Usai Corona Wisata Amsterdam Tak Akan Andalkan Ganja dan Pelacuran"

Post a Comment